Kamis, 23 Oktober 2008

Apakah TUHAN itu ada???????????
Ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri
paman Sam kembali ke tanah air. Sesampainya dirumah ia
meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang
Guru agama, kiai atau siapapun yang bisa menjawab 3
pertanyaannya. Akhirnya Orang tua pemuda itu
mendapatkan orang tersebut.
Pemuda: Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya?

Ustad: Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya
akan menjawab pertanyaan anda

Pemuda: Anda yakin? sedang Profesor dan banyak
orang pintar saja tidak mampu menjawab
pertanyaan saya.

Ustad: Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya

Pemuda: Saya punya 3 buah pertanyaan

1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan
wujud Tuhan kepada saya

2. Apakah yang dinamakan takdir

3. Kalau syetan diciptakan dari api kenapa
dimasukan ke neraka yang dibuat dari
api,tentu tidak menyakitkan buat syetan
Sebab mereka memiliki unsur yang sama.
Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?



Tiba-tiba Kyai tersebut menampar pipi si Pemuda

dengan keras.


Pemuda (sambil menahan sakit): Kenapa anda marah

kepada saya?


Ustad: Saya tidak marah...Tamparan itu adalah

jawaban saya atas 3 buah pertanyaan yang anda

ajukan kepada saya


Pemuda: Saya sungguh-sungguh tidak mengerti


Ustad: Bagaimana rasanya tamparan saya?


Pemuda: Tentu saja saya merasakan sakit


Ustad: Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?


Pemuda: Ya


Ustad: Tunjukan pada saya wujud sakit itu !


Pemuda: Saya tidak bisa


Ustad: Itulah jawaban pertanyaan pertama: kita

semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu

melihat wujudnya.


Ustad: Apakah tadi malam anda bermimpi akan

ditampar oleh saya?


Pemuda: Tidak


Ustad: Apakah pernah terpikir oleh anda akan

menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?


Pemuda: Tidak


Ustad: Itulah yang dinamakan Takdir


Ustad: Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan

untuk menampar anda?


Pemuda: kulit


Ustad: Terbuat dari apa pipi anda?


Pemuda: kulit


Ustad: Bagaimana rasanya tamparan saya?


Pemuda: sakit


Ustad: Walaupun Syeitan terbuat dari api dan Neraka

terbuat dari api, Jika Tuhan berkehendak

maka Neraka akan Menjadi tempat menyakitkan

untuk syeitan.

Senin, 20 Oktober 2008

BERITA YANG TERTINGGAL......UPS......!!!!!???!!!!!

Mengapa ‘Israel’ Tidak Berhak Menjadi Negara Yahudi


Mengenali akar persoalan adalah setengah dari solusi. Namun, dalam konteks konflik Israel-Palestina, masyarakat dunia justru menjauhi akar persoalannya. Hasilnya, berbagai konferensi dan kesepakatan yang diupayakan tak kunjung menghasilkan perdamaian secara aktual.

Lantas, apa sesungguhnya akar persoalan dari konflik yang berusia hampir enam dekade itu?

Jawabannya dengan mudah dapat kita temukan dalam hari-hari menjelang Konferensi Timur Tengah yang disponsori Amerika Serikat (AS) di Annapolis, Maryland, pada 27 Nopember 2007. Dalam draf yang dipersiapkan sebagai “dokumen/pernyataan bersama” itu, Israel mengajukan prasyarat bagi setiap pembicaraan damai, yakni bangsa Palestina harus mengakui bahwa Israel adalah negara bagi ras Yahudi. Sebuah prasyarat yang kontan ditolak oleh Palestina. Sekali lagi, Israel mengajukan prasyarat yang mereka tahu akan ditolak Palestina; sebuah diplomasi klasik ala zero-sum game.

Pertanyaannya, mengapakah Palestina menolak prasyarat itu? Implikasi prasyarat itu tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Terdapat beberapa implikasi serius bagi hak bangsa Palestina sebagai penduduk asli tanah historis Palestina, dan bahkan sebagai manusia.

Pertama, mengakui “Israel sebagai negara Yahudi” berarti menjustifikasi bahwa Israel berhak mendiskriminasi ratusan ribu orang Palestina yang hidup di dalam Israel. Warga Israel-Palestina ini sudah lama dipandang sebagai “duri dalam daging”. Mereka tinggal di lingkungan-lingkungan yang terisolasi dan tak pernah tersentuh pembangunan, seperti halnya orang-orang Yahudi dulu hidup di ghetto-ghetto ketika sentimen anti-semitisme merebak di Eropa. Sekarang, warga Israel non-Yahudi itu dipaksa untuk mengakui bahwa mereka berhak diperlakukan demikian, dan bahkan berhak untuk diusir sewaktu-waktu. Semua itu demi untuk mempertahankan premis “Israel sebagai negara Yahudi”.

Kedua, mengakui “Israel sebagai negara Yahudi” berarti mengingkari hak jutaan diaspora Palestina yang diusir dalam peristiwa pembersihan etnis pada 1948 (dikenang oleh bangsa Palestina sebagai “Nakba”, yang bermakna ‘bencana’) untuk kembali (right to return) ke tanah nenek-moyang mereka yang kini bernama “Israel” itu, serta mendapatkan kompensasi dari semua hak dan properti mereka yang dirampas. Ini adalah hak yang diafirmasi oleh Resolusi Majelis Umum PBB 194 tetapi selalu ditolak Israel sebagai “inti persoalan” dalam setiap pembicaraan damai, sekali lagi, demi mempertahankan premis “Israel sebagai negara Yahudi”.

Ketiga—dan ini yang paling menyayat nurani—mengakui “Israel sebagai negara Yahudi” berarti melegalisasi pembersihan entis oleh kaum Yahudi Zionis terhadap bangsa Palestina, dengan menuntut kepada si korban untuk mengakui bahwa aksi perampasan terbesar dalam sejarah manusia itu sebagai suatu kebenaran.

Dengan kata lain, dunia dituntut Israel untuk melupakan bahwa peristiwa Nakba pernah terjadi dan bahwa bangsa bernama “Palestina” pernah eksis: “Palestina adalah negeri tanpa bangsa untuk bangsa tanpa negeri”. Atau dalam bahasa yang lebih lugas, kita diminta untuk menjadi Zionis. Jika tidak, maka kita adalah anti-Semit karena berupaya menolak hak ‘mutlak’ Israel untuk menjadi negara Yahudi.

Maka, lewat Annapolis kita mengenang Nakba, bukan semata sebagai tragedi aktual dan faktual tetapi juga sebagai akar persoalan konflik Israel-Palestina yang dilandasi oleh premis rasis, yang tampaknya tidak pernah bisa lenyap dari benak rezim Zionis di Israel.

Kita tidak boleh lupa bahwa, bagi rezim Zionis, perdamaian bukanlah tujuan tetapi sekedar alat untuk merealisasikan hasrat utama mereka: “Israel sebagai negara Yahudi”. Dengan kata lain, selama hasrat itu dijamin, maka perdamaian adalah kebutuhan mereka. Sebaliknya, jika tidak, maka, “Jangan pernah salahkan kami apabila perdamaian gagal,” tegas Menhan Israel Ehud Barak.

Kata-kata Barak di atas dan prasyarat Olmert menjelang pertemuan Annapolis seperti menggemakan kembali pernyataan Perdana Menteri pertama Israel, David Ben-Gurion, dalam biografinya, “Perdamaian bagi kami adalah sebuah alat, dan bukan sebuah tujuan. Tujuan adalah realisasi Zionisme dalam cakupannya yang maksimum. Hanya karena alasan inilah kami membutuhkan perdamaian, dan membutuhkan kesepakatan.” (Shabtai Teveth, Ben-Gurion and the Palestinian Arabs: From Peace to War, 1985, h. 168).

Jika demikian adanya, jelas persoalannya bukanlah pada Palestina tetapi Israel. Yahudi yang hidup di tanah historis Palestina seharusnya mencontoh warga kulit putih Afrika Selatan, yang menjelang berakhirnya rezim Apartheid, menyadari bahwa selama mereka memperlakukan penduduk asli kulit hitam sebagai pariah, maka selama itu pula mereka akan berada dalam labirin kekerasan tanpa tahu ke mana jalan kedamaian. Kini mereka merasakan bahwa hidup berdampingan dengan warga kulit hitam adalah perisai paling ampuh dalam melindungi keamanan mereka.

Dulu, Yahudi Eropa mempunyai dua pilihan: memperjuangkan demokrasi dan kesetaraan di negara-negara asal mereka atau beremigrasi secara damai dari Eropa untuk hidup secara egaliter dengan bangsa Palestina dalam sebuah entitas politik yang sama-sama menjamin hak dan identitas kebangsaan masing-masing. Sayang, tidak satupun dari dua pilihan itu yang mereka pilih. Mereka justru memilih opsi yang destruktif: menjalin persekutuan dengan para imperialis untuk menginvasi Palestina dan mengusir 80% penduduk aslinya.

Kehadiran RI di Annapolis

Di bawah bayang-bayang prasyarat rasis Israel tersebut, pertemuan Annapolis tampaknya tidak akan menyentuh “isu-isu inti”, seperti prospek pembentukan negara Palestina, masa depan Yerusalem, dan terutama hak kembali diaspora Palestina. Hasil maksimal yang masih mungkin diharapkan Abbas adalah jumlah tahanan yang dibebaskan, jumlah separator yang akan dipindahkan, soal bantuan ekonomi dan militer bagi pemerintahannya di Tepi Barat, dan tentu saja soal penanganan Jalur Gaza.

Dalam konteks inilah, kita mesti mempertanyakan keputusan pemerintah RI untuk hadir di Annapolis. Resistensi bagi pertemuan di Annapolis bukanlah semata karena Hamas tak diundang AS tetapi karena, untuk kesekian kalinya, dunia menyanyikan lagu ‘perdamaian’ yang ditujukan untuk melegitimasi, atau setidaknya membiarkan, rasisme terus berlangsung di Palestina.

“Manusia tidak akan pernah hidup dalam kedamaian hingga mereka mendapatkan keadilan di bawah hukum,” kata Earl Warren, mantan Ketua Mahkamah Agung AS yang melegenda itu. “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak setiap bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,” tegas Pembukaan UUD 1945. Rasisme Zionis Israel adalah kendala paling nyata bagi terwujudnya keadilan dan merupakan wajah lain dari penjajahan

Minggu, 19 Oktober 2008

Memaknai Ritual dalam Keluarga

Tentu masih segar dalam ingatan, saat hari raya Idul Fitri lalu, melakukan sungkem pada orang tua dan meminta maaf. Rasa haru tetap menyusup dalam hati, walaupun hal ini berlangsung setiap setahun sekali.

Kebiasaan yang terus-menerus dilakukan sperti itu tak ubahnya merupakan suatu “ritual” dalam keluarga. Tak bisa dimungkiri, setiap keluarga pasti memiliki ritual tersendiri, disadari atau tidak. Sayangnya, masih banyak yang belum menyadari arti penting ritual ini dalam sebuah keluarga. Padahal, ritual dapat menjadi salahsatu lem perekat antar anggota keluarga dan memiliki banyak dampak positif.

Journal of Family Psychology, keluaran American Psychological Association (APA), dalam A Review of 50 Years of Research on Naturally Occurring Family Routines and Rituals: Cause for Celebration, mengamini hal ini. Penelitian tersebut mengatakan bahwa ritual keluarga dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi kedua orang tua, membantu proses perkembangan diri anak dan meningkatkan kekuatan hubungan antar anggota keluarga, serta menunjukkan identitas kepribadian keluarga.

Dari 32 penelitian yang dilakukan, ritual keluarga yang paling sering dilakukan adalah makan malam bersama, waktu tidur, merayakan hari raya dan aktivitas sehari-hari seperti saling menelepon untuk memberikan kabar.

Tak perlu berpikir keras untuk melakukannya, yang dibutuhkan hanyalah niat dan kesadaran untuk menyisakan waktu berkumpul bersama keluarga. Kendati demikian, alas an kesibukan dan minimnya waktu kerap menjadi penghalang utama bagi ritual.

Kuncinya adalah mencari waktu yang tepat baik bagi orang tua maupun anak-anak. Makan malam bersama, contohnya. Bila tak dapat melakukannya setiap hari, dapat dilakukan setiap akhir pecan. Masih banyak yang tidak menyadari bahwa kegiatan ini memiliki peran signifikan dalam keluarga. Komunikasi yang terjalin selama makan memberikan kesempatan tiap anggota keluarga untuk menceritakan kegiatannya masing-masing dan saling mengenal lebih dalam.

Anak pun akan terbiasa untuk bersikap terbuka dengan orang tuanya, sehingga memudahkan orang tua untuk melakukan bimbingan dan pengawasan pada anak. Semua ini membentuk lingkaran sebab akibat yang menguntungkan.

Tak hanya itu, acara rekreasi dan berlibur bersama keluarga, menceritakan dongeng sebelum tidur saat anak masih kecil, merayakan hari raya bersama dengan kebiasaan khusus, dapat menjadi ritual tersendiri yang membekas dalam hati dan ingatan anak hingga beranjak dewasa.

Jumat, 17 Oktober 2008

teman koe......!!!!!!

http://musadiqmarhaban.wordpress.com/
http://www.khamenei.ir/
http://www.ahmadinejad.ir/
http://jafarsufigo.blogspot.com/
http://abi-kholid.blogspot.com/
http://ajibondan.wordpress.com/
http://muhsinlabib.wordpress.com/
http://musakazhim.wordpress.com/
http://mesiahkohen.wordpress.com/
http://amorinka.wordpress.com/
http://ressay.wordpress.com/
http://bensohib.wordpress.com/
http://maulanusantara.wordpress.com/
http://damartriadi.wordpress.com/
http://salehlapadi.blogspot.com/
http://taufiqhaddad.blogspot.com/
http://obesitas.wordpress.com/
http://www.mustangfm.com/
http://husainku.wordpress.com/
http://anditoaja.wordpress.com/
http://mozamal.wordpress.com/
http://chaosregion.wordpress.com/
http://wannabesunni.wordpress.com/
http://senyumsehat.wordpress.com/
http://abuaqilah.wordpress.com/
http://ahmadsamantho.wordpress.com/
http://secondprince.wordpress.com/
http://iwans.wordpress.com/
http://bumgembul.blogspot.com/....anak-anak....
http://www.centrajava.persianblog.ir/
http://cintarasulullah.wordpress.com/
http://vichaksana.blogspot.com/
http://ibnutaymiah.wordpress.com/
http://esharyudhi.wordpress.com/
http://asruldinazis.wordpress.com/
http://irfanpermana.wordpress.com/
http://www.islamalternatif.net/iph/index.php
http://islamfeminis.wordpress.com/
http://islamsyiah.wordpress.com/
http://jakfari.wordpress.com/
http://kajianislam.wordpress.com/
http://markaskio.wordpress.com/
http://musadiqmarhaban.wordpress.com/
http://mbojo.wordpress.com/
http://luthv.wordpress.com/
http://noertika.wordpress.com/
http://purkonhidayat.multiply.com/
http://haidarrein.wordpress.com/
http://rosenqueencompany.wordpress.com/
http://salafyindonesia.wordpress.com/
http://infosyiah.wordpress.com/
http://shahihbukhari.wordpress.com/
http://wahabisme.wordpress.com/
http://wildavy.wordpress.com/
http://isyraq.wordpress.com/
http://indra15.multiply.com/reviews/item/1
http://celotehjiwa.wordpress.com/
http://eraalquran.wordpress.com/
http://luthfis.wordpress.com/
http://erander.wordpress.com/
http://algembira.blog.com/
http://shalatdoa.blogspot.com/
http://kamal87.wordpress.com/
http://greenpressnetwork.wordpress.com/
http://aboubakr.wordpress.com/
http://savikovic.multiply.com/

DUA JENIS PERNIKAHAN…!!!

<1>Tammatu [fixed-time marriage] dan Da’im [permanent marriage], lebih baik tema ini ditulis atau dibicarakan dalam sebuah forum tatap muka. Karena sudah cukup banyak buku dan artikel yang membahasnya. Tinggal meng-klik Kitab Suci Internet: “GOOGLE!”

<2>Ternyata kuamati dalam pernikahan dewasa ini ada dua jenis, yang satu sangat-sangat minoritas pelaksananya dan yang kedua teramat banyak. Tak peduli apa mazhabnya dan agamanya.

Sebenarnya tidak bisa dibedakan secara diametral, melainkan seluruhnya berada dalam antara dua kontinuum. Yaitu Fully-rulling Marriage vs. Negotiate Marriage. Rulling yang dimaksud di sini, dapat berati hukum sekuler, hukum resmi negara, hukum agama, hukum mazhabiyyah.

Dan pemenangnya adalah………………… “NEGOTIATE MARRIAGE…!” Maksudnya bukan negosiasi yang diatur oleh syari’at karena itu masih termasuk kategori Fully-legalized. Negosiasi pra-nikah yang diijinkan seperti misal: <1>menyerahkan hak talak pada istri <2>kompromi tentang mahar, misal mengikhlaskan mahar dengan syarat suami tidak boleh menikah lagi.

Yang dimaksud negotiate yang menang dalam kaitan ini adalah pelaksanaan hak dan kewajiban yang menyimpang dari hukum asal. Penyimpangan ini “sepertinya” boleh dilakukan sepanjang ada ijin dari masing-masing terkait. Misalkan menyusui dan mengatur rumah tangga dan segala pekerjaannya yang pada dasarnya bukan kewajiban perempuan tetapi boleh saja dilakukannya. Namun jika ada masalah maka segala hal harus dikembalikan pada hukum asalnya.

Sekali lagi: NEGOTIATE MARRIAGE, dan kulihat yang banyak membayar biayanya adalah pihak lelaki. Menurutku dalam hal ini kebanyakan lelaki adalah pihak yang kalah atau mengalah atau dikalahkan. Bayangkan: sudah wajib menafkahi, istri boleh menyimpan sendiri hartanya, anakpun disusui sapi via pabrik, diasuh baby-sitter pula. Dan itu semua harus dibayarinya. TETAPI…. kagak boleh kawin lagi. Hehehe… kalah telak khan. Hanya lelaki kejam -kebanyakan dari kalangan dhuafa- yang tega mendzalimi istrinya.

Dan apakah aku juga termasuk kalangan yang terkalahkan oleh, untuk dan atas nama cinta? Hahahaha…

<1>Tammatu [fixed-time marriage] dan Da’im [permanent marriage], lebih baik tema ini ditulis atau dibicarakan dalam sebuah forum tatap muka. Karena sudah cukup banyak buku dan artikel yang membahasnya. Tinggal meng-klik Kitab Suci Internet: “GOOGLE!”

<2>Ternyata kuamati dalam pernikahan dewasa ini ada dua jenis, yang satu sangat-sangat minoritas pelaksananya dan yang kedua teramat banyak. Tak peduli apa mazhabnya dan agamanya.

Sebenarnya tidak bisa dibedakan secara diametral, melainkan seluruhnya berada dalam antara dua kontinuum. Yaitu Fully-rulling Marriage vs. Negotiate Marriage. Rulling yang dimaksud di sini, dapat berati hukum sekuler, hukum resmi negara, hukum agama, hukum mazhabiyyah.

Dan pemenangnya adalah………………… “NEGOTIATE MARRIAGE…!” Maksudnya bukan negosiasi yang diatur oleh syari’at karena itu masih termasuk kategori Fully-legalized. Negosiasi pra-nikah yang diijinkan seperti misal: <1>menyerahkan hak talak pada istri <2>kompromi tentang mahar, misal mengikhlaskan mahar dengan syarat suami tidak boleh menikah lagi.

Yang dimaksud negotiate yang menang dalam kaitan ini adalah pelaksanaan hak dan kewajiban yang menyimpang dari hukum asal. Penyimpangan ini “sepertinya” boleh dilakukan sepanjang ada ijin dari masing-masing terkait. Misalkan menyusui dan mengatur rumah tangga dan segala pekerjaannya yang pada dasarnya bukan kewajiban perempuan tetapi boleh saja dilakukannya. Namun jika ada masalah maka segala hal harus dikembalikan pada hukum asalnya.

Sekali lagi: NEGOTIATE MARRIAGE, dan kulihat yang banyak membayar biayanya adalah pihak lelaki. Menurutku dalam hal ini kebanyakan lelaki adalah pihak yang kalah atau mengalah atau dikalahkan. Bayangkan: sudah wajib menafkahi, istri boleh menyimpan sendiri hartanya, anakpun disusui sapi via pabrik, diasuh baby-sitter pula. Dan itu semua harus dibayarinya. TETAPI…. kagak boleh kawin lagi. Hehehe… kalah telak khan. Hanya lelaki kejam -kebanyakan dari kalangan dhuafa- yang tega mendzalimi istrinya.

Dan apakah aku juga termasuk kalangan yang terkalahkan oleh, untuk dan atas nama cinta? Hahahaha…

<1>Tammatu [fixed-time marriage] dan Da’im [permanent marriage], lebih baik tema ini ditulis atau dibicarakan dalam sebuah forum tatap muka. Karena sudah cukup banyak buku dan artikel yang membahasnya. Tinggal meng-klik Kitab Suci Internet: “GOOGLE!”

<2>Ternyata kuamati dalam pernikahan dewasa ini ada dua jenis, yang satu sangat-sangat minoritas pelaksananya dan yang kedua teramat banyak. Tak peduli apa mazhabnya dan agamanya.

Sebenarnya tidak bisa dibedakan secara diametral, melainkan seluruhnya berada dalam antara dua kontinuum. Yaitu Fully-rulling Marriage vs. Negotiate Marriage. Rulling yang dimaksud di sini, dapat berati hukum sekuler, hukum resmi negara, hukum agama, hukum mazhabiyyah.

Dan pemenangnya adalah………………… “NEGOTIATE MARRIAGE…!” Maksudnya bukan negosiasi yang diatur oleh syari’at karena itu masih termasuk kategori Fully-legalized. Negosiasi pra-nikah yang diijinkan seperti misal: <1>menyerahkan hak talak pada istri <2>kompromi tentang mahar, misal mengikhlaskan mahar dengan syarat suami tidak boleh menikah lagi.

Yang dimaksud negotiate yang menang dalam kaitan ini adalah pelaksanaan hak dan kewajiban yang menyimpang dari hukum asal. Penyimpangan ini “sepertinya” boleh dilakukan sepanjang ada ijin dari masing-masing terkait. Misalkan menyusui dan mengatur rumah tangga dan segala pekerjaannya yang pada dasarnya bukan kewajiban perempuan tetapi boleh saja dilakukannya. Namun jika ada masalah maka segala hal harus dikembalikan pada hukum asalnya.

Sekali lagi: NEGOTIATE MARRIAGE, dan kulihat yang banyak membayar biayanya adalah pihak lelaki. Menurutku dalam hal ini kebanyakan lelaki adalah pihak yang kalah atau mengalah atau dikalahkan. Bayangkan: sudah wajib menafkahi, istri boleh menyimpan sendiri hartanya, anakpun disusui sapi via pabrik, diasuh baby-sitter pula. Dan itu semua harus dibayarinya. TETAPI…. kagak boleh kawin lagi. Hehehe… kalah telak khan. Hanya lelaki kejam -kebanyakan dari kalangan dhuafa- yang tega mendzalimi istrinya.

Dan apakah aku juga termasuk kalangan yang terkalahkan oleh, untuk dan atas nama cinta? Hahahaha…

Selasa, 14 Oktober 2008

Doa untuk Anak

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على محمد وآل محمد

أللَّهُمَّ وَمُنَّ عَلَيَّ بِبَقَاءِ وُلْدِي، وَبِإصْلاَحِهِمْ لِي، وَبِإمْتَاعِي بِهِمْ.

Bismillâhir-rahmânir-rahîm

Allâhumma shalli alâ Muhammadin wa âli Muhammad

Allâhumma wa munna ‘alayya bibaqâi wuldî, wa ishlâhihim, wa bi-imnâ`î bihim.

Ya Allah, anugerahkan kepadaku kelangsungan hidup anakku, kemaslahatannya bagiku dan kesenangannya untukku.

إلهِي أمْدُدْ لِي فِي أَعْمَارِهِمْ، وَزِدْ لِي فِي آجَالِهِمْ، وَرَبِّ لِي صَغِيرَهُمْ وَقَوِّ لِي ضَعِيْفَهُمْ، وَأَصِحَّ لِي أَبْدَانَهُمْ وَأَدْيَانَهُمْ وَأَخْلاَقَهُمْ ، وَعَافِهِمْ فِي أَنْفُسِهِمْ وَفِي جَوَارِحِهِمْ وَفِي كُلِّ مَا عُنِيْتُ بِهِ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَأَدْرِرْ لِي وَعَلَى يَدِي أَرْزَاقَهُمْ.

Ilâhî umdudlî fî a`mârihim, wa zidlî fî âjâlihim, wa rabbilî shaghîrahum, wa qawwilî dha`îfahum, wa ashihhalî abdânahum wa adnânahum wa akhlâqahum, wa `âfihim fî anfusahum wa fî jawârihihim wa fî kulli mâ `unîtu bihi min amrihim, wa adririlî wa `alâ yadî arzâqahum.

Tuhanku, panjangkan usianya untukku, tambahkan ajal mereka bagiku.Untukku pelihara yang kecil di antara mereka, kuatkan yang lemah di antara mereka, sehatkan badan, akhlak, dan agama mereka. Sejahterakan jiwa dan raga mereka, dalam segala hal yang urusannya menjadi tanggunganku. Alirkan rizki mereka melalui tanganku.

وَاجْعَلْهُمْ أَبْرَاراً أَتْقِيَاءَ بُصَراءَ سَامِعِينَ مُطِيعِينَ لَكَ وَلاوْلِيَائِكَ مُحِبِّينَ مُنَاصِحِينَ، وَلِجَمِيْعِ أَعْدَآئِكَ مُعَانِدِينَ وَمُبْغِضِينَ آمِينَ.

Waj`alhum abrâran atqiyâ atqiyâ busharâa sâmi`îna muthî`îna laka, wa liawliyâika muhibbîna, wa lijami`î a`dâika mu`ânidîna wa mubghidhîna, âmîn.

Jadikan mereka orang-orang yang baik dan takwa, yang punya pandangan dan pendengaran, yang taat kepada-Mu, yang mencintai dan setia kepada kekasih-Mu, yang memusuhi dan membenci musuh-musuh-Mu, amin.

أللَّهُمَّ اشْدُدْ بِهِمْ عَضُدِي، وَأَقِمْ بِهِمْ أَوَدِيْ، وَكَثِّرْ بِهِمْ عَدَدِي، وَزَيِّنْ بِهِمْ مَحْضَرِي، وَأَحْييِ بِهِمْ ذِكْرِي، وَاكْفِنِي بِهِمْ فِي غَيْبَتِي وَأَعِنِّي بِهِمْ عَلَى حَاجَتِي، وَاجْعَلْهُمْ لِي مُحِبِّينَ، وَعَلَيَّ حَدِبِينَ مُقْبِلِينَ مُسْتَقِيمِينَ لِيْ، مُطِيعِينَ غَيْرَ عَاصِينَ وَلاَ عَاقِّينَ وَلا مُخَالِفِينَ وَلاَ خاطِئِينَ.

Allâhummasydud bihim `adhudî, wa aqim bihim awadî, wa katstsir bihim `adadî, wa zayyin bihim mahdharî, wa ahyi bihim dzikrî, wakfinî bihim fî ghaybatî, wa a`innî bihim `alâ hâjatî. Waj`alhumlî muhibbîn, wa `alayya hadibîna muqbilîna mustaqimînalî, muthî`îna ghayra `âshîna wa lâ `âqqîna wa lâ mukhâlifîna wa lâ khâthiîn.

Ya Allah, melalui mereka kokohkan anggota badanku, luruskan punggungku, banyakkan bilanganku, indahkan kehadiranku, hidupkan sebutanku, cukupkan aku ketika aku tiada, bantulah keperluanku. Jadikan mereka mencintaiku, mendekatiku, menyayangiku, taat dan tidak membantahku, tidak durhaka menentangku, tidak berbuat salah kepadaku.

وَأَعِنِّي عَلَى تَرْبِيَتِهِمْ وَتَأدِيْبِهِمْ وَبِرِّهِمْ، وَهَبْ لِيْ مِنْ لَدُنْكَ مَعَهُمْ أَوْلاداً ذُكُوراً، وَاجْعَلْ ذَلِكَ خَيْراً لي وَاجْعَلْهُمْ لِي عَوناً عَلَى مَا سَأَلْتُكَ.

Waa`innî `alâ tarbiyatihim wa ta’dîbihim wa birrihim, wa hablî min ladunka ma`ahum awlâdan dzukûrâ, waj`al dzâlika khayranlî, waj`alhumlî `awnan `alâ mâ sa-altuka.

Bantulah aku untuk memelihara mereka, mendidik mereka, dan berbuat baik kepada mereka.

Dari sisi-Mu anugrahkan kepadaku anak-anak, jadikan mereka kebaikan bagiku, jadikan mereka pembantuku untuk memperoleh apa yang kuminta dari-Mu.

وَأَعِذْنِي وَذُرِّيَّتِي مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، فَإنَّكَ خَلَقْتَنَا وَأَمَرْتَنَا وَنَهَيْتَنَا وَرَغّبْتَنَا فِي ثَوَابِ ما أَمَرْتَنَا وَرَهَّبْتَنَا عِقَابَهُ، وَجَعَلْتَ لَنَا عَدُوّاً يَكِيدُنَا، سَلَّطْتَهُ مِنَّا عَلَى مَا لَمْ تُسَلِّطْنَا عَلَيْهِ مِنْهُ، أَسْكَنْتَهُ صُدُورَنَا، وَأَجْرَيْتَهُ مَجَارِيَ دِمَائِنَا، لاَ يَغْفُلُ إنْ غَفَلْنَا، وَلاَ يَنْسَى إنْ نَسِينَا، يُؤْمِنُنَا عِقَابَكَ، وَيَخَوِّفُنَا بِغَيْرِكَ.

Wa a`idznî wa dzurriyyatî minasy syaythânir rajîm. Fainnaka khalaqtanâ wa amartanâ wa nahaytanâ wa raghghibtanâ fî tsawâbi mâ amartanâ wa rahhabtanâ `iqâbahu. Wa ja`alta lanâ `aduwwan yakidnâ, sallathtahu minnâ `alâ mâ lam tusallithnâ `alayhi minhu. Askantahu shudûranâ, wa ajraytahu majâriya dimâinâ. Lâ yaghfulu in ghafalnâ, wa lâ yansâ in nasaytanâ, yu’minunâ `iqâbaka, wa yukhawwifunâ bighayrika.

Lindungi daku dan keturunanku dari setan yang terkutuk. Sungguh Kau ciptakan kami, Kau larang kami, Kau gemarkan kami pada pahala yang Kau perintahkan, Kau takutkan kami akan siksanya,Kau jadikan bagi kami musuh yang memperdayakan kami, Kau berikan kepadanya kekuasaan atas kami dalam hal tidak Kau berikan kepada kami atasnya, Kau simpan dia dalam dada kami, Kau alirkan dia dalam aliran darah kami. Ia tidak lalai ketika kami lalai, ia tidak lupa ketika kami lupa, ia membisikkan rasa aman akan siksa-Mu dan rasa takut kepada selain-Mu.

إنْ هَمَمْنَا بِفَاحِشَة شَجَّعَنَا عَلَيْهَا، وَإنْ هَمَمْنَا بِعَمَل صَالِح ثَبَّطَنَا عَنْهُ، يَتَعَرَّضُ لَنَا بِالشَّهَوَاتِ، وَيَنْصِبُ لَنَا بِالشَّبُهَاتِ، إنْ وَعَدَنَا كَذَبَنَا، وَإنْ مَنَّانا أَخْلَفَنَا وَالاّ تَصْرِفْ عَنَّا كَيْدَهُ يُضِلَّنَا، وَإلاّ تَقِنَا خَبالَهُ يَسْتَزِلَّنَا.

In hamamnâ bifâhisyatin syajja`anâ `alayhâ, wa in hamamnâ bi`amalin shâlihin tsabbathanâ `anhu, yata`arradhu lanâ bisy syahawâti, wa yanshibu lanâ bisy syubahâti. In wa`adnâ kadzabanâ wa in mannânâ akhlafnâ wa illâ tashrif `annâ kaydahu yudhillanâ, wa illâ taqinâ khabâlahu yastazillanâ.

Jika kami bermaksud buruk, ia dorong kami. Jika kami ingin beramal saleh, ia tahan kami.Ia hadapkan kami kepada syahwat, ia masukkan pada kami syubhat. Jika ia berjanji kepada kami, ia langgar janjinya. Jika ia memberikan harapan, ia putuskan harapan kami.Jika tidak Engkau palingkan tipuannya dari kami, ia menyesatkan kami. Jika tidak Engkau jaga kami dari jebakannya, ia menggelincirkan kami.

أللَّهُمَّ فَاقْهَرْ سُلْطَانَهُ عَنَّا بِسُلْطَانِكَ حَتَّى تَحْبِسَهُ عَنَّا بِكَثْرَةِ الدُّعَاءِ لَكَ، فَنُصْبحَ مِنْ كَيْدِهِ فِي الْمَعْصُومِينَ بِكَ.

Allâhumma faqhar sulthânahu `annâ bisulthâbika hattâ tahbisuhu `annâ bikatsratid du`âi laka, fanushbiha min kaydihi fil ma`shûmîna bika.

Ya Allah, taklukkan kekuasaannya atas kami dengan kekuasaan-Mu sehingga Kau tahan dia dari kami melalui banyaknya doa kami pada-Mu, dan kami terbebas dari tipuannya dan menjadi orang-orang yang suci yang Engkau jaga dari dosa.

أللَّهُمَّ أَعْطِنِي كُلَّ سُؤْلِي، وَاقْضِ لِي حَوَائِجِي، وَلاَ تَمْنَعْنِي الاجَابَةَ وَقَدْ ضَمِنْتَهَا لِي، وَلا تَحْجُبْ دُعَائِي عَنْكَ وَقَدْ أَمَرْتَنِي بِهِ، وَامْنُنْ عَلَيَّ بِكُلِّ مَا يُصْلِحُنِيْ فِيْ دُنْيَايَ وَآخِرَتِي مَا ذَكَرْتُ مِنْهُ وَمَا نَسِيتُ، أَوْ أَظْهَرتُ أَوْ أَخْفَيْتُ، أَوْ أَعْلَنْتُ أَوْ أَسْرَرْتُ.

Allâhumma a`thinî kulla su’lî, waqdhilî hawâijî, wa lâ tamna`nil ijâbata wa qad dhamintahâlî, wa lâ tahjub du`âî `anka wa qad amartanî bihi, wamnun `alayya bikulli mâ yushlihunî fî dun-yâya wa âkhiratî mâ dzakartu minhu wa mâ nasaytu, aw azhhartu aw akhfaytu, aw a`lantu aw asrartu.

Ya Allah, anugerahkan padaku permohonanku, cukupkan bagiku keperluanku. Jangan tolak doaku karena Engkau telah berjanji akan mengabulkannya. Jangan hambat doaku karena atas perintah-Mulah aku berdoa.Tenteramkan aku pada kebaikan baik di dunia dan akhirat, yang aku lupa atau ingat, yang tertutup dan terlihat, yang tersembunyi atau tampak.

وَاجْعَلْنِي فِي جَمِيعِ ذلِكَ مِنَ الْمُصْلِحِينَ بِسُؤَالِي إيَّاكَ، الْمُنْجِحِينَ بِالطَّلَبِ إلَيْكَ، غَيْرِ الْمَمْنُوعِينَ بِالتَّوَكُّلِ عَلَيْكَ.

Waj`alnî fî jamî`i dzâlika minal mushlihîna bisuâlî iyyâka, almunjihîna bith thalabi ilayka, ghayril mamnû`îna bittawakkuli `alayka.

Tempatkan aku bersama orang-orang saleh yang berdoa pada-Mu, bersama mereka yang Kau kabulkan doanya ketika berdoa pada-Mu, bersama mereka yang Kau ridhai ketika bertawakkal pada-Mu.

الْمُعَوَّدِينَ بِالتَّعَوُّذِ بِكَ، الرَّابِحِينَ فِي التِّجَارَةِ عَلَيْكَ، الْمُجَارِيْنَ بِعِزِّكَ، الْمُوَسَّعِ عَلَيْهِمُ الرِّزْقُ الْحَلاَلُ مِنْ فَضْلِكَ الْوَاسِعِ بِجُودِكَ وَكَرَمِكَ، الْمُعَزِّينَ مِنَ الذُّلِّ بِكَ، وَالْمُجَارِينَ مِن الظُّلْمِ بِعَدْلِكَ، وَالْمُعَافِيْنَ مِنَ الْبَلاءِ بِرَحْمَتِكَ، وَالْمُغْنِيْنَ مِنَ الْفَقْرِ بِغِنَاكَ، وَالْمَعْصومِينَ مِنَ الذُّنُوبِ وَالزَّلَلِ وَالْخَطَأِ بِتَقْوَاكَ، وَالْمُوَفَّقِينَ لِلْخَيْرِ وَالرُّشْدِ وَالصَّوَابِ بِطَاعَتِكَ، وَالْمُحَالِ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الذُّنُوبِ بِقُدْرَتِكَ، التَّارِكِينَ لِكُلِّ مَعْصِيَتِكَ، السَّاكِنِينَ فِي جِوَارِكَ.

Al-mu`awwadîna bitta`awwudzi bika, ar-râbihîna fit tijârati `alayka, al-mujârîna bi`izzika, al-muwassa`i `alayhimur rizqul halâlu min fadhlikal wâsi`i bijûdika wa karamika, al-mu`azzinâ minadz dzulli bika, wal-mujârîna minazh zhulmi bi`adlika, wal-mu`âfina minal balâi birahmatika, wal-mughnîna minal faqri bighinâka, wal-ma`shûmîna minadz dzunûbi waz zalali wal-khathai bitaqwâka, al-muwaffaqîna lil-khayri war-rusydi wash shawâbi bithâ`atika, wal-muhâli baynahum wa baynadz dzunûbi biqudratika, at-târikîna likulli ma`shiyatika, as-sâkinîna fî jiwârika.

Mereka yang terbiasa berlindung pada-Mu, mereka yang beruntung karena berdagang dengan-Mu mereka yang berlindung dalam naungan-Mu, mereka yang mendapat anugerah dalam limpahan nikmat-Mu dari kemuliaan dan kedermawanan-Mu, mereka yang dimuliakan setelah menghinakan dirinya di depan-Mu, mereka yang dilindungi dari kesalahan melalui keadilan-Mu, mereka yang terhindar dari kecelakaan melalui kasih-sayang-Mu, mereka yang dicukupkan dari kemiskinan dengan kekayaan-Mu, mereka yang karena ketakwaannya Kau lindungi dari dosa, lalai, dan kesalahan, mereka yang beramal saleh, dan mendapat pahala karena ketaatannya pada-Mu, mereka yang Kaulindungi dari dosa melalui kekuatan-Mu, mereka yang Engkau cegah dari berbuat maksiat pada-Mu, mereka yang berada di dekat-Mu..

أللَّهُمَّ أَعْطِنَا جَمِيعَ ذلِكَ بِتَوْفِيقِكَ وَرَحْمَتِكَ، وَأَعِذْنَا مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ، وَأَعْطِ جَمِيعَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِثْلَ الَّذِي سَأَلْتُكَ لِنَفْسِي وَلِوُلْدِي فِي عَاجِلِ الدُّنْيَا وَآجِلِ الاخِرَةِ، إنَّكَ قَرِيبٌ مُجِيبٌ سَمِيعٌ عَلِيمٌ عَفُوٌّ غَفُورٌ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ.

Allâhumma a`thinâ jamî`a dzâlika bitawfîqika wa rahmatika, wa a`idznâ min `adzâbis sa`îr, wa a`thi jamî`al muslimîna wal-muslimâti wal-mu’minîna wal-mu’minât mitslal ladzî sa-altuka linafsî wa liwuldî fî `âjilid dun-yâ wa âjilil âkhirah, innaka Qarîbun Mujîb, Samî`un `Alîm, `Afuwwun Ghafûr, Raûfur Rahîm.

Ya Allah, berikan padaku semua itu dengan petunjuk dan rahmat-Mu. Lindungi aku dari api neraka. Anugerahkan pada saudaraku, muslimin dan muslimat apa yang aku minta dari-Mu bagiku dan anak-anakku di dunia dan di akhirat.. Sungguh, Engkau Maha Dekat, Maha Menjawab doa, Maha Mendengar, Maha Mengetahui, Maha Pengampun, Maha Pemaaf, Maha Pengasih, Maha Penyayang.

وَآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah, wa qinâ `adzâban nâr.

Dan berikan pada kami apa yang terbaik di dunia dan di akhirat, dan lindungi kami dari siksa api neraka.

(Shahifah Sajjadiyah doa ke 25)