Minggu, 24 Agustus 2008

PerangBudaya

Musuh tidak akan pernah menang menghadapi Islam. Hanya dengan satu jalan yang membuka harapan mereka, yaitu program strategis (plot) budaya. Melalui budayalah mereka berusaha secara sistimatis terencana – dengan berbagai trik berlandaskan pengalaman yang mereka miliki – melakukan infiltrasi kedalam negara (baca: masyarakat) Islam. Mereka berusaha membangun pusat pengambangan pemikiran dan ide, dari sinilah semua gelombang propaganda dipancarkan keseluruh masyarakat sehingga tersedialah lahan untuk semua keperluan mereka. Tentu untuk semua ini aktivitas ini mereka menggunkan cover-kedok- ilmiyah.


Sebagaimana para pelaku dan saksi mata Revolusi Islam pelahan lahan masuk kedalam usia tua maka masa depannya akan diestafet oleh generasi muda – para pemuda yang tidak mengetahui banyak tentang regim tiran penindas dan juga mereka yang bukan pernah aktif berjuang bersama rakyat pra atau pasca Revolusi-. Yang ada hanyalah keinginan mereka, keinginan yang dilandasi materi – dengan bayangan dimana mayoritas masyarakat berfikir demikian sehingga harapan inipun muncul dari keadaan- yang muncul secara perlahan lahan/gradual yang mana lepas dari penanganan pemerintah sehingga mereka merasa keinginan dan harapannya tidak cukup terpenuhi.

Sebenarnya, dari mana pekerjaan itu dimulai?, bagaimana masuk kedalam generasi muda ini?, bagaimana ide pemikiran ini dan nilai nilai yang mereka miliki itu dapat berubah sehingga tersedianya lahan bagi oknun tertentu?. Mereka (oknum oknum) itu, telah melakukan penelitian tentang aspek dasar pendukung rakyat dari Negara Islam yangmana siap untuk hidup dengan derita, sengsara, kekurangan, dengan adanya pemboman, serangan roket dan semua derita yang mereka sudah tangung tapi mereka tetap mendukung Negara islam ini. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa dukungan umum dari rakyat berakar pada keyakinan dan agama rakyat tersebut.

Tiga Plot Budaya

Semua mengetahui bahwa pendukung Revolusi Islam (terutama rakyat Iran) bermazhabkan Ahlil Bait as (Ja’fariayah Itsna Asariyah), dan idola mereka adalah para imam maksum as terutama imam Sayyidus Syuhada’ al Husein as. Mereka meyakini dimana untuk sampai pada tujuan organ Islam haruslah mengorbankan harta, jiwa, dan semua yang dicintai,. Hal ini mengakar dihati mereka,telah meresap kedarah daging dan akan dibawanya hingga mati. Musuh Islam berusaha menghapuskan keyakinan ini. Mereka berusaha untuk membuat genersi yang akan datang tidak menggantungkan diri pada pemerintahan agamis. Mereka berusaha memasukkan pemikiran kepada generasi muda sehingga keyakinan kepada pemerintahan agamis akan menjadi lemah, juga kepada siapa/apapun yang ada kaitannya dengan agama. Karena (sekarang) rakyat dan pemuda berkeyakinan bahwa agama yang harus memerintah, dan pemerintahpun harus orang yang memahami agama, tokohnyapun haruslah mendalami agama, seperti Wali Faqih. Selama pemikiran ini masih tersemat di dalam hati rakyat terutama pemudanya, maka tidak ada yang akan dapat mempengaruhi pemerintahan ini, sehingga merusak Negara Islam di Iran merupakan hal yang mustahil.

(Musuh islam berkesimpulan) Maka keyakinan ini harus dihapuskan, tapi dengan cara apa, dan bagaimana?. Hal ini akan menjadi mungkin dengan mempropagandakan pemikiran melalui (yang disampaikan oleh) sekumpulanan ahli/pakar. Karena itu mereka membangun suatu pusat diantara pusat budaya dan universitas/perguruan tinggi. Mereka mencoba mengajar sehingga dapat menyelewengkan pemikiran dan mencoba memperluas pemikiran ini didalam masyarakat. Sehingga diharapkan perlahan lahan pemikiran ini akan berpengaruh, minimal akan membuat rakyat ragu, terutama dikalangan pemudanya hinggalah keyakinan terhadap Negara islam dan Wilayatul Faqih akan sirna. Menghapuskan keyakinan pemuda pada Negara Islam merupakan hal yang ideal bagi musuh islam, karena kalau saja pemuda 14 tahun sudah ragu tentulah mereka tidak akan siap untuk mengikat granat dan melamparkan dirinya kebawah tank (hal ini pernah dilakukan oleh Husein Fahmideh seorang pemuda milisia rakyat-Basij). Gerakan ini dilakukan ini akan berhasil ketika para pemuda tidak memiliki keyakian yang cukup kuat terhadap akherat, Kitab dan perhitungan akhir serta nilai nilai dari iitu. Apa bila terjadi keraguan saja, sudah cukup, menapakkan satu kaki kedepan –sekalipun satu kaki lagi masih tertinggal dibelakang- , karena ini sudah berarti lahan untuk memasukkan keinginan sudah tersedia.

Untuk mencapai tujuan ini, digunakan oknum oknum profesional yang sudah direkrut mereka, dan antek antek yang telah hilang harga dirinya, mereka menjalankan plotnya dengan berbagai jalan/cara yang didapatkannya dari sepanjang sejarah. Hal ini ditujukan kepada mereka yang tidak /belum cukup kuat keyakinannya sehingga dengan mudah dapat dicuci bersih melalui para pekerja musuh Islam. Harapan mereka itu dilakukan terfokus pada beberapa titik:

I. Propaganda Pemikiran Pemisahan Agama dan Politik

Fokus pertama yang menjadi sasaran propaganda musuh Islam adalah memisahkan pemerintahan dan politik dari agama. Untuk melaksanakan propaganda ini mereka sudah menyiapkan berbagai sarana. Telah berabad abad di dunia bagian barat terutama di Eropa sudah membentangkan masalah ini , berbagai buku telah ditulis, bermacam macam penelitian dilakukan, hasil dari aktifitas dibarat itu adalah munculnya Sekularisme dan memisahkan agama dari politik sebagai kesepakatan yang mereka lakukan sendiri. Untuk mencapai kepada tujuan ini harus pula dipersiapkan lahan yang cukup baik, minimal membentuk kader yang memiliki kepercayaan adanya pemisah antara agama dan politik. Tentu sedikit banyak sudah terdapat potensi itu: diantara pada aktifis yang dulu ikut giat dalam memperjuangkan revolusi, dan kemudian memiliki kedudukan di pemerintahan Negara Islam, tapi memiliki lahan dan pemikiran seperti ini; yaitu mereka berkeyakinan adanya dinding pemisah antara agama dan politik. Merekapun gencar mempropagandakan pemikiran ini dan juga menulis berbagai kitab. Penyokong dan supporter aktifitas kebudayaan ini adalah barat.

Jadi salah satu fokus plot musuh islam adalah memisahkan agama dari politik. Sekalipun tidak semua masyarakat terpengaruh oleh pemikiran ini. Rakyat yang telah memberikan orang orang yang dicintainya untuk berdirinya Negara islam ini, dengan mengorbankan hartanya, mengenyam berbagai kesulitan, tidak akan mudah terpengaruh oleh pemikiran ini. Terutama ucapan malakuti imam Khomeini qs masih mengiang ditelinga mereka, ungkapan yang telah membentuk madrasah bagi masyarakat – dimana agama kita adalah poltik kita itu sendiri-, ucapan ini tidak mudah dilupakan.

II. Mengingkari Wali Faqih

Fokus kedua dari propaganda budaya musuh islam dan pemikir barat (western oriented/minded) adalah menerima pemikiran dimana agama tetap terjaga dalam semua aspek kemasyarakatan, harus juga dilaksanakan dalam masyarakat begitu juga dalam politik, tapi pemerintahan agama tidak bermakna pemerintahan Fuqaha’. Sudah cukup undang undang disetujui di Majlis Syura, sudah melalui satu filter sehingga tidak bertentangan dengan agama. Aturan ini sudah cukup karena tidak melanggar agama sehingga sudah cukup untuk dikatakan pemerintahan agama. Karena hukum/aturan yang sudah mengikuti agama ini telah dilaksanakan. Pemerintahan agamapun tidak lain memiliki makna demikian.

Maka inilah plot kedua, kalau masyarakat tidak dapat diyakinkan bahwa politik dan agama terpisah, maka mereka akan mengatakan; memang politik dan agama tidak dapat terpisah tapi makna pemerintahan agama adalah hukum/aturan agama telah dijalankan, tapi siapa pelakasananya tidak ada hubungan dengan agama. Masyarakat yang telah memilih seseorang dalam pemilu untuk melaksanakan hukum agama, maka dialah pemerintah (hakim) agama. Jadi yang mereka (musuh islam) katakan bahwa pemerintah Islam adalah pelasanaan hukum agama, tapi bukan hakim (pelaksana hukum) yang mutadayin (berpegang teguh dengan agama), atau alim faqih. Mereka menerima dimana politik memiliki peran dalam agama, tapi tidak dapat menerima pelaksana hukum agama adalah seorang faqih, atau dipucuk pemerintahan agama adanya Wali Faqih. Musuh musuh Islam bekerja keras untuk plot ini, yaitu memisahkan pemerintahan agama dari teori Wali Faqih. Hingga sekarang mereka masih terus aktif menjalankan plotnya. Diberbagai Koran harian, termasuk Koran harian yang besar, juga di majalah dengan berbagai bentuk dan metoda. Ditebarkan propaganda ini di universitas, perguraan tinggi dan diberbagai pusat budaya hingga kadang kadang sampai ditempat orang orang yang cukup memiliki keyakinan bahwa agama dan poltik tidak terpisah. Agama dan politik tidak terpisah; ini dapat diterima, tapi Wali Faqih sebagai pemimpin tidak merupakan kelaziman dari pemerintahan Islam ?!.

Plot ini banyak mempengaruhi para pemuda yang tidak mengetahui dengan dalam masalah hukum Islam dan mendalami dasar fiqih. Terutama dengan instrument budaya yang besar dan banyak sehingga propaganda ini tampak berpenaruh. Tapi sekarang, dalam masyarakat, masih ada orang yang tidak terpengaruh oleh pemikiran ini, dimana mereka masih berkeyakinan bahwa Wali Faqih ada dalam UUD yang menjadi rukun dari pemikiran dan gerak mereka. Sehingga Ravolusi ini dikenal di dunia dengan nama Revolusi Wali Faqih dan pemerintahan Wali Faqih.

III. Kritik dalam Pemilihan Wali Faqih

Alami sekali, ketika menghadapi orang yang berkeyakinan terhadap Wali Faqih, harus mempengaruhi mereka dari sisi lain, yaitu dengan memunculkan pemikiran dimana pada konsep Wali Faqih ada banyak permasalahan. Yaitu bentuk Wali Faqih yang dilaksanakan di Iran masih dapat diperbarui lagi (pandangan dan pendapatnya). Wali Faqih yang ada di Iran ini tidak betul, tidak sesuai dengan demokrasi dan liberalisme. Wali Faqih harus disesuaikan dengan nilai demokrasi atau dengan pola berfikir dunia dizaman ini. Jadi inilah plot ketiga; adalah kritik terhadap pemilihan Wali Faqih di Republik Islam iran sekarang.

Apa yang diharapkan oleh musuh Islam dengan propaganda pemikiran dan teori ini adalah munculnya generasi muda mendatang akan menerima semua plot ini sebagai keberanan. Maka setiap orang yang terpengaruh dengan pandangan atau plot ini, dimanapun dia berada, siapapun dia, pada posisi apapun dia di masyarakat, maka dia akan membantu keinginan penjajah dunia dan ikut menghantarkan penjajah itu mencapai cita citanya.

Tugas kita terhadap tiga plot musuh Islam

Dengan catatan bahwa musuh Islam dalam menjalankan ketiga plot strategis ini telah mengerahkan kekuatannya yang tidak sedikit. Kalau seseorang memiliki ikatan jiwa dengan pemerintahan Islam ini – alhamdulillah tidak sedikit tapi banyak- maka:

1. Perlu mengetahui ketiga plot ini sehingga tidak terpengaruh oleh plot musuh ini. Maka haruslah menambah pengetahuan untuk memahami bahwa agama dan politik tidak terpisahkan. Harus pula diyakini kalau saja agama lain dapat memisahkan agama dengan politik tapi Islam tidak demikian.

2. Haruslah mempertajam penerimaan terhadap pandangan/pemikiran dimana pemerintahan agama bukan hanya aturan yang telah disetujui oleh Majlis Syuro, berarti sudah Islami dan tidak bertentangan dengan Islam, tapi juga, pemerintahan agama bermakna pelaksananya (hakim) terikat dengan Islam, pakar islam dan juga pribadi dan pelaksanana terbaik hukum Ilahi, kalau tidak maka aturan saja yang tertulis diatas kertas tapi pelaksanaanya tidak dijaga, maka apa gunanya bagi masyarakat?.

Tidak akan ada gunanya kalau apa yang sudah ditulis diatas kertas tapi tidak dilaksanakan, sehingga kalau hukum/aturan Islam hanya disepakati oleh Majlis Syura tapi tidak ada seorang yang menduduki posisi pemimpin yang memiliki keterikatan hati dengan hukum tersebut, tidak pula memiliki kemampuan (persyaratan) yang cukup, pola berfikir dan agamis. Hukum pastilah tidak akan dapat dilaksanakan. Hukum itu tidak memiliki jaminan untuk dapat dilaksanakan.

Maka dasar kedua adalah kewajiban untuk memperdalam pengetahuan dan keyakinan pada dasar wilayatul faqih. Teori ini perlu dibahas lebih jauh/dalam sehinga keyakinan kita lebih kuat dan juga generasi mendatang akan mempercayai bahwa pemerintahan Islam hanya dapat dilaksananakan dibawah wilayatul faqih.

3. Apakah bentuk wilayatul faqih yang sudah berjalan lebih dari dua dekade di Iran itu adalah walayatul faqih yang sesuai dengan ajaran Ahlul Bait as, atau kah harus diganti lagi?. Sebenarnya masalah ketiga adalah masalah yang lebih partial dibanding dua masalah sebelumnya (1 dan 2). Maka dua masalah tersebut merupakan hal yang lebih penting, sehingga kita harus memperdalam pembahasan falsafah politik Islam.

Wajib mencari pola terbaik untuk menghadapi plot musuh

Sebagaimana telah diketahui bahwa musuh telah melakukan tiga plot: memisahkan agama dari politik, memisahkan pemerintahan agama dari wali faqih, meragukan kebenaran pelaksanaan wali faqih. Sehingga secara umumpun kita menghadapi tiga kelompok manusia; Sehingga perlu dipisah bagaimana menghadapi satu kelompok dengan kelompok yang sudah mempercayai bahwa adanya pemerintahan agamis tapi tidak menentukan pelaksananya. Yaitu dengan cara dan pola yang terpisah. Seperti seorang yang tidak mempercayai tuhan, maka kita harus memulai pembahaasan dari suatu tempat dimana dimulai dari pembahasa keberadaan Allah, kemudian kenabian secara umum dan khusus. Sementara orang yang sudah menerima ketuhanan dan kenabian maka kalau hendak membahas kenabian tentulah membahas kenabian secara khusus.

Karena pembahasan ini terlampau kompleks maka tidak mungkin dapat diselesaikan hanya melalui satu cara atau menggunakan satu matan; dalam satu permasalahan mungkin terpaksa menggunakan metoda rasional, dalam hal yang lain diperlukan cara naqli dan ta’abbudi serta dalil syar’I, dari aspek lain diperlukan pula melalui pembahasan melalui pendekatan sejarah dan kenyataan yang ada. Sehingga tidak ada yang dapat ditentukan secara pasti, tapi kondisi dan situasi dari keadan dan personal akan menentukan metoda dan dalil.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

kita sebagai pecinta syi'ah rosul dan keluarganya harus berjuang layaknya perjuangan Husein Fahmideh.
berjuang sambil menanti kedatangan Imam Mahdi ajjalallahuta'ala farojahussyarif.
semoga Allah menyegerakan kemunculan beliau.
Ilahi Amin..